Rangkiangsumbar – Dua hari sudah Kalidi (60) tak menampakkan batang hidungnya di rumah. Petani sederhana asal Jorong Batang Piyu, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman itu biasanya selalu pulang setelah berladang. Namun kali ini, ia memilih bermalam di pondok karena ingin memanen pisang yang ditanamnya.
Sabtu (6/9) siang, sang istri gelisah. Hatinya resah karena suami yang dicintai tak juga kembali. Ia lalu memberanikan diri melangkah ke ladang, tempat Kalidi biasa bekerja. Jalan setapak ia lalui dengan pikiran penuh tanda tanya.
Sesampainya di kawasan Laban, Jorong Kapa Utara, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat, sang istri mencium aroma tak biasa. Bau menyengat dari arah pondok membuat langkahnya semakin berat, tapi tekadnya bulat untuk mencari tahu kabar sang suami.
Dengan hati berdebar, ia mencoba membuka pintu pondok. Terkunci. Ia lalu mendobrak pintu kayu itu, dan pemandangan memilukan pun tersaji: Kalidi telah terbujur kaku, tak lagi bernyawa.
Kabar duka itu segera menyebar ke telinga warga sekitar. Kapolsek Pasaman, AKP Zufikar, membenarkan penemuan jasad petani tersebut. “Korban sudah dua hari tidak pulang. Istrinya kemudian berinisiatif mengecek ke pondok ladang tempat korban biasanya bermalam,” ujarnya.
Menurut keterangan pihak kepolisian, Kalidi memang berniat bermalam di ladangnya agar bisa memanen pisang lebih cepat. Namun, takdir berkata lain. Ia pergi meninggalkan keluarga untuk selama-lamanya di tempat yang paling akrab dengannya: pondok ladang sederhana.
Meski pihak kepolisian sempat menawarkan autopsi, keluarga menolak. Mereka percaya kematian Kalidi adalah jalan Tuhan, tanpa ada unsur kekerasan. Dari pemeriksaan luar, memang tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan.
Kalidi akhirnya dimakamkan dengan tenang oleh keluarga dan warga. Sosoknya dikenang sebagai petani pekerja keras yang hidup sederhana. Kini, pondok kecil tempat ia terakhir beristirahat menjadi saksi bisu perpisahan seorang suami, ayah, sekaligus petani yang menghabiskan hidupnya bersama tanah dan tanaman (*)


