Rangkiangsumbar – Kasus yang menimpa dua pelaku pungutan liar di Lubuk Kilangan, Padang, seakan membuka mata kita betapa rumitnya persoalan hukum di tengah masyarakat. Awalnya hanya sekadar dugaan pungli, tetapi ternyata kasus ini berlanjut pada temuan narkotika jenis sabu. Ironis sekali, pelaku yang seharusnya mencari nafkah dengan cara halal justru terjerat dalam lingkaran gelap narkoba.
Penangkapan yang dilakukan Polsek Lubuk Kilangan pada Selasa (2/9) patut diapresiasi. Namun di balik itu, ada pertanyaan besar yang muncul: mengapa kasus-kasus seperti ini terus berulang? Pungli masih menjadi wajah buram di jalanan kita, dan narkoba seakan tidak ada habisnya.
Lebih memprihatinkan lagi, barang bukti sabu yang ditemukan di kamar garin mushola membuat kita merenung. Tempat ibadah yang seharusnya menjadi ruang suci malah dijadikan lokasi penyimpanan barang haram. Apakah ini pertanda bahwa moral sebagian masyarakat kita sudah sedemikian rapuh?
Polisi memang sudah menjerat kedua tersangka dengan pasal narkotika. Akan tetapi, proses hukum saja tidak cukup. Kita butuh langkah pencegahan yang lebih serius, baik melalui pendidikan, pengawasan lingkungan, maupun pemberdayaan ekonomi warga. Tanpa itu semua, kasus seperti ini akan terus berulang dengan wajah baru.
Kita harus berani jujur bahwa masalah pungli dan narkoba bukan hanya soal hukum, melainkan juga soal budaya dan mentalitas. Jika masyarakat masih permisif terhadap praktik pungli, maka ruang gelap bagi narkoba pun akan terbuka lebar.
Penangkapan dua pelaku di Lubuk Kilangan semestinya menjadi momentum refleksi. Jangan sampai kita hanya puas melihat pelaku diborgol, sementara akar masalah dibiarkan tumbuh subur. Pungli dan narkoba adalah penyakit sosial. Dan penyakit itu hanya bisa disembuhkan bila ada keberanian bersama untuk memutus rantainya (*)






