Rangkiangsumbar – Senin sore, 1 September, ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat memadati halaman depan Gedung DPRD Sumatera Barat. Suasana semula berlangsung tertib. Spanduk dan poster berwarna-warni terangkat tinggi, menggambarkan semangat masyarakat menyuarakan aspirasi. Dari atas mobil komando, orasi bergema silih berganti, sementara barisan aparat keamanan tampak berjaga dengan sikap waspada namun tetap ramah.
Di balik keramaian aksi damai itu, ada kisah lain yang terjadi jauh dari sorotan utama. Empat pelajar SMA dan SMK diamankan pihak kepolisian karena diduga berniat melakukan tindakan provokatif.
Wakapolresta Padang, AKBP Faidil Zikri, saat ditemui Selasa, 2 September, di Posko Tim Klewang, menjelaskan bahwa langkah cepat aparat diambil demi menjaga agar aksi damai benar-benar tetap kondusif.
“Penangkapan itu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama jalannya aksi,” katanya Selasa (2/9)
Faidil menceritakan, keempat pelajar tersebut terdeteksi melalui percakapan di aplikasi WhatsApp. Dari obrolan digital itu, muncul rencana untuk mengajak massa melakukan tindakan yang bisa memicu kericuhan.
“Hal itu terbukti dari isi chat WhatsApp mereka yang menyebutkan akan mengajak melakukan tindakan provokatif,” ungkapnya.
Setelah diamankan, para pelajar itu dibawa ke Polresta Padang. Di sana, polisi mendata identitas mereka sekaligus meminta keterangan lebih lanjut. Orang tua dan guru juga dipanggil agar mengetahui perilaku anak-anak mereka.
“Kami amankan di Polresta Padang untuk didata dan dimintai keterangan. Orang tua dan guru mereka juga kami panggil agar mengetahui aktivitas anak-anaknya,” tambah Faidil.
Tidak berhenti sampai di situ, kepolisian meminta para pelajar menandatangani surat pernyataan. Tujuannya jelas: agar peristiwa serupa tidak kembali terulang.
“Kami suruh mereka membuat surat pernyataan. Jika kami temukan lagi melakukan hal serupa, akan kami tindak tegas,” ucap Wakapolresta dengan nada serius.
Aksi damai di depan Gedung DPRD Sumbar pun akhirnya berjalan tanpa gangguan berarti. Namun, cerita tentang empat pelajar ini menjadi pengingat bahwa di tengah ribuan suara yang lantang menyuarakan aspirasi, selalu ada potensi gangguan yang mengintai. Polisi berharap langkah pembinaan lebih dini bisa mengembalikan para pelajar itu ke jalur yang seharusnya jalur pendidikan, bukan provokasi (*)






