Rangkiangsumbar – Kecelakaan di jalur kereta api Km 40+5, petak Lubuk Alung–Pauh Kambar, Padang Pariaman, Minggu (7/9), menyisakan duka sekaligus pelajaran pahit. Dua orang tertabrak Kendaraan Pemeriksa Jalur Kereta Api milik PT KAI, satu meninggal dunia di tempat dan satu lainnya mengalami luka serius. Peristiwa ini sekali lagi menegaskan bahwa rel kereta api bisa menjadi jalur hidup, tetapi sekaligus jalur maut bagi siapa pun yang abai terhadap keselamatan.
Rel kereta api memang dibangun untuk menghubungkan kehidupan, menggerakkan orang dan barang, serta memajukan daerah. Namun, di sisi lain, ia juga menjadi ancaman laten bagi masyarakat yang tidak memahami atau mengabaikan fungsinya. Tidur, bermain, atau sekadar beristirahat di atas rel sama saja dengan mempertaruhkan nyawa. Tragedi Padang Pariaman adalah bukti nyata dari kelalaian itu.
Dalam kasus ini, petugas PT KAI sejatinya hanya menjalankan tugas rutin memeriksa jalur. Tetapi kecelakaan tetap tak terhindarkan karena ada warga yang berada di tempat terlarang. Pertanyaannya: sampai kapan kesadaran masyarakat akan bahaya rel kereta api dibiarkan rendah?
Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan takdir. Rel kereta api adalah area berbahaya yang seharusnya steril dari aktivitas manusia. Pemerintah daerah, aparat keamanan, dan PT KAI perlu memperketat pengawasan serta meningkatkan sosialisasi agar warga benar-benar paham. Tanpa langkah nyata, tragedi serupa akan berulang dan korban berikutnya tinggal menunggu waktu.
Rel kereta api memang jalur hidup, tetapi bagi yang ceroboh, ia bisa seketika berubah menjadi jalur maut. Kesadaran bersama adalah kunci: masyarakat harus menjauh dari rel, sementara pihak berwenang wajib melindungi dan mengedukasi. Jangan biarkan lagi ada nyawa melayang sia-sia hanya karena rel tidak dihormati sebagaimana mestinya (*)






