Berita  

Pelajaran dari Penangkapan Codoik: Pencurian Kecil, Dampak Sosial Besar

Rangkiangsumbar – Penangkapan DEP alias Codoik, seorang pria berusia 39 tahun yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), patut menjadi bahan renungan kita bersama. Meski kasus yang menjeratnya adalah pencurian dengan pemberatan, barang bukti yang ditemukan tidaklah bernilai fantastis. Hanya beberapa botol minuman ringan, sachet kopi, hingga sebuah magic com yang jika ditotal tidak lebih dari Rp3 juta.

Namun, di balik nominal kerugian yang terhitung kecil itu, ada persoalan sosial yang lebih besar. Pencurian bukan hanya soal nilai barang, melainkan soal rasa aman masyarakat. Ketika seseorang nekat membongkar kedai dan mengambil kebutuhan pokok, muncul pertanyaan: apakah ini murni tindak kriminal biasa, atau ada persoalan ekonomi yang menjerat pelakunya?

Tim Klewang Polresta Padang memang layak diapresiasi. Dengan sigap mereka menangkap Codoik di kawasan Gunung Pangilun tanpa perlawanan. Penangkapan ini menegaskan bahwa aparat hukum bekerja keras menjaga rasa aman warga. Namun, aparat penegak hukum tidak bisa berjalan sendiri. Dukungan masyarakat dalam memberikan informasi jelas sangat membantu, seperti terlihat dalam kasus ini.

Di sisi lain, kasus ini juga mengingatkan kita bahwa pencurian tidak bisa dianggap sepele. Meski hanya berupa minuman kemasan, kopi sachet, dan kebutuhan dapur, tindakan ini tetap merugikan pemilik usaha. Lebih jauh lagi, perasaan tidak aman bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lingkungannya sendiri.

Yang perlu digarisbawahi adalah keberanian pelaku mengulangi pola kejahatan bersama rekannya. Rekan Codoik bahkan sudah lebih dulu diproses hukum. Artinya, ada kecenderungan tindak kriminal ini bukan sekadar perbuatan spontan karena kebutuhan mendesak, melainkan perilaku yang sudah menjadi kebiasaan.

Di titik inilah, penegakan hukum harus diimbangi dengan upaya rehabilitasi sosial. Bila tidak, penjara hanya akan menjadi ruang transit sebelum pelaku kembali mengulang perbuatannya. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat mesti bersinergi mencari akar persoalan—apakah karena kemiskinan, pengangguran, atau memang degradasi moral.

Kasus Codoik mengajarkan kita bahwa pencurian kecil bisa berbuntut panjang. Dari satu kedai di Atam Center, persoalan ini merembet pada isu keamanan, kepercayaan sosial, hingga efektivitas penegakan hukum. Ini bukan sekadar cerita tentang botol Sprite dan magic com, melainkan tentang bagaimana negara hadir untuk melindungi rakyat sekaligus memperbaiki perilaku masyarakatnya.

Oleh karena itu, kita berharap agar kasus ini tidak hanya selesai di meja hijau. Penangkapan DPO seperti Codoik harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem keamanan lingkungan sekaligus membuka ruang dialog tentang penyebab maraknya tindak kriminal kecil di perkotaan (*)